Monday, February 25, 2013

Dear Self



                Aku gak tau mau nulis apa. Aku bingung, gak ada ide dan pencerahan apapun diminggu ini. Begitu rapuh, bagai batang pohon yang tak pernah disirami. Rasanya sangat sangat gelap. Tak bersinar. Mood-pun begitu cepat menghilang. Sungguh minggu yang sangat berantakan dari minggu-minggu sebelumnya.
Begitu padat dengan aktivitas. Lelah. Ingin rasanya berhenti melangkah, tapi tak seharusnya begitu. Jika melihat kedepan, rasanya aku ingin sudahi saja. Setelah melihat sistematika kegiatan-kegiatanku kedepan, rasanya sangat berat ngejalaninya.
Tanpa kamu. Tanpa kamu disampingku, aku sangat tidak berdaya. Tak ada niat tersendiri untuk menjalani aktivitas tanpa adanya penyemangat. Sungguh rapuhnya diriku pada saat mendengar pembicaraanmu mengenai perasaanku padamu. Dengan entengnya kau bertanya, dan dengan polosnya kau menjawab pertanyaan itu.
Sungguh bukan hal wajar untuk didengar. Bukan hal wajar untuk diberitahu. Tapi, mengapa kau bertanya seperti itu? Apa kau tidak suka dengan kenyataan yang menimpamu saat itu? Apa kau merasa terganggu oleh rasa peduliku? Apa kau tidak ingin jika perasaanku ini terus mengalir lebih dalam terhadapmu?
 Jikalau begitu, mungkin aku akan meriksa diri. Seberapakah tekadku untuk bertahan melawan arus cinta yang segitu derasnya mengalir dan entah kapan ia berhenti. Kau tak memikirkan betapa sabarnya aku menjalani ini semua. Membela demi memihak terhadapmu. Bertahan demi mendapatkan balas cintamu. Berkorban demi mendapatkanmu kembali.
Semua sudah kulakukan, tapi mana balasmu? Mengapa kau terus diam tanpa suara? Mengapa kau hanya tersenyum saat dipertanyakan? Mengapa kau tak bisa menjawab semuanya?! Apa kau tak dapat memenuhi permintaanku? Kau tak bisa membalasnya? 
Aku mengerti...
Terkadang mencintai tak selamanya dicintai. Begitu juga kau, yang tak akan pernah memberi kesempatan kepadaku untuk merasakan indahnya berbagi kasih denganmu, dan menjalankannya hanya berdua. Hanya kau dan aku. Tanpa ‘dia’.  Aku ingin merasakan perhatian kecil darimu, yang menyerupai belaian tangan halus dipipiku dan menangkap adanya sosok kekhawatiran pada wajahmu sebelum aku pergi meninggalkan ini.
Aku ingin, di detik-detik kepergianku engkau selalu ada disampingku, menemaniku. Dan aku juga ingin engkau mengakhirinya dengan pesan singkat yang berkata, “aku mencintaimu, dan akan tetap mencintaimu dimanapun kau. Aku akan senantiasa mendo’akanmu, seperti halnya kau yang selalu mendo’akanku walaupun kau tak akan pernah nyata. Dan aku akan merindukanmu”.
Tetapi sulit rasanya untuk menangkap pesan itu dari mulutmu nanti. Mendengar kau mengatakan cinta padaku saja saat ini sulit. Apalagi mendengar kata penyesalan yang keluar langsung dari mulutmu. Hmm.. mungkin tak akan pernah terjadi.

Tuhan,
Aku merindukannya
Walaupun aku tak pernah berbalas rindu
Aku akan selalu merindukannya..
Dan aku juga sangat mencintainya, Tuhan..
Walau aku tahu
Tak pernah ada cinta yang dihadirkannya untukku
Aku akan tetap mencintainya...
Beri aku kesempatan sekali lagi
Untuk bisa berdekatan dengannya
Dan mendengar percakapan mesra
Yang keluar dari hati kita masing-masing..
Beri aku kesempatan untuk bisa merasakan hangat pelukkannya
Belaian mesra tangannya
Dan juga satu kecupan bibirnya
Sebagai bukti bahwa cintaku benar-benar berbalas
Tuhan,
Aku hanya minta kepada-Mu untuk dia
Orang yang sangat kusayang..
Aku ingin menghabiskan sisa waktuku bersamanya, Tuhan..
Karena aku, menginginkannya :’)
                                                                                                                                  

No comments:

Post a Comment