Saturday, February 23, 2013

Cinta Tak Harus Mengorbankan


                Disuatu hari, saat hujan turun dengan derasnya, di saung dekat kantin sekolah. Windi yang sedaritadi hanya duduk, dengan tatapan kosong, menunggu seseorang datang menemuinya. Sudah sekitar 2 jam ia duduk santai disaung itu hingga hujanpun berhenti.
                Kemudian ada sosok pria yang datang menghampirinya dan bertanya, “hei, Win, masih ingin menunggu?” ucap Farel salah satu teman Windi yang sudah dianggap sebagai sahabat Windi itu telah berhasil membuat lamunanya terhenti.
“mungkin..” hanya kata itu yang keluar dari mulut Windi.
                Farel menatapnya dengan tatapan sedih, ingin sekali ia membantunya dari keterpurukan Windi belakangan ini. Menunggu seseorang yang kerap kali berjanji kepadanya untuk menemuinya, namun sampai saat ini, pria yang ditunggunya belum juga menampakan batang hidungnya.
                Farel masih berpikir keras, untuk mengeluarkan sebuah kalimat ajakkan untuk Windi, supaya Windi segera melupakan janji kosong pria itu.
“hmmm, maukah kau menemaniku ketoko buku sekarang? Aku sedang butuh buku-buku ilmu geologis untuk pelajaran Bu Ida”
                Lama sekali Farel menunggu jawaban Windi. Nampaknya Windi mulai bengong lagi. “Win! Kau mendengarku?” tegasnya karna sudah tidak sabar.
“kau cari orang lain saja, aku sedang tidak mood jalan-jalan.” Jawab Windi ketus.
                Farel sudah tidak sabar menanggapi sifat Windi yang akhir-akhir ini berubah menjadi tertutup dan gampang marah. Akhirnya ia melontarkan segala amarahnya kepada Windi saat itu juga.
“Windi, kenapa sih kau masih aja percaya sama pria yang sudah berkali-kali membuatmu menangis? Kenapa kau masih ingin menunggunya, sedangkan orang yang kau tunggu itu tidak akan pernah datang menemuimu?!” tegas Farel kepada Windi.
“aku mencintainya, Farel! Aku rela nunggu dia sampai kapanpun, asal aku bisa berbicara dengannya! Kau mengertiku, bukan?!”  emosi Windi mulai menaik, lantas itu tidak meluluhkan hati Farel.
“dia itu pembohong besar, Windi! Dia telah membohongimu! Kau itu hanya dijadikan pelarian saja! Dia juga tidak suka padamu. Aku tau hal ini dari temannya. Aku sudah bicarakan padanya, untuk tidak mengganggumu lagi. Tapi nyatanya sekarang masih seperti itu.”
                Tanpa sadar perkataan itu telah menyayat hati Windi, sehingga air mata sudah membanjiri pipinya. Windi hanya menangis, ia tak mampu berbicara.
Farel yang sedaritadi hanya mengusap-ngusap kepalanyapun angkat bicara. “Win, buka mata hati kamu. Lihat sekelilingmu. Disana ada orang yang sangat peduli terhadapmu, dia sangat mengertimu, dan.. dan dia juga mencintaimu, Windi. Dia bisa menjagamu, dan dia bisa menghapus air matamu.. sekarang..” jelasnya kepada Windi dengan nada halus, sambil mengusap air mata dipipinya yang tak henti-hentinya keluar.
Windipun langsung menatap Farel. Dengan mata yang sembab ia berusaha untuk melihat wajah Farel dan berkata kepadanya “mengapa kau tak pernah bilang kepadaku?”
“aku takut menyakiti hatimu, aku tahu betul perasaanmu, Windi”
                Windipun langsung menoleh kearah berlawanan, dan menjauhinya.
                Tetapi, Farel tetap mengikuti gerak-geriknya. Dan sekarang mereka kembali berdekatan. “aku mencintaimu, Windi. Sangat mencintaimu. Aku tidak mau kehilanganmu”. Lalu, ia menuduhkan kepalanya dibahu Windi. Dan Windipun menoleh dengan alunan lembut.
“aku akan berusaha mencintaimu, seperti kau mencintaiku, Farel” lalu kemudian mereka berpelukan.
                Cinta tidak selalu didampingi dengan pengorbanan. Kita harus pandai-pandai melihat situasi. Jangan mudah terjebak dalam situasi.
Created : Ulfa Fauzia

No comments:

Post a Comment