Friday, April 5, 2013

Nuansa Rumah Kosong

Suasana dirumah kosong memang sangat tidak menarik. Banyak sekali kutemukan benda-benda kuno yang masih utuh tertinggal disetiap sudut ruangan. Malam ini aku berkunjung kerumah kosong milik ayahku yang berjarak tidak jauh dari rumahku. Gelap. Pengap. Dan juga bau. Tetapi, aku terus melajutkan penjelajahanku dirumah itu.

Perlahan aku jalan, memasuki setiap ruangan-ruangan, mencari-cari tombol power on untuk menyalakan lampu. Semakin dalam aku merasakan bau itu semakin menyengat. Bau kotoran-kotoran tikus yang berkeliaran bebas saat gelap. Tetapi, aku tidak memutuskan niatku. Aku tetap berjalan hingga naik kelantai atas, dan membuka pintu luar. Disini tempat yang aku cari-carikan sedaritadi.

Kerinduanku akan tempat ini mulai terasa. Serta, kejenuhan akan masalah-masalah yang sedang kualami mulai berlari-lari diotakku dan memaksaku untuk menyelesaikannya.

Aku melekukkan kedua kakiku, mencari posisi yang nyaman untuk merenung, dan, duduk. Pikiran-pikiran itu mulai merasuk tubuhku hingga aku terpaksa memikirkannya. Lagi-lagi tentang dia. Iya. Tiada hentinya dia masuk dan mengganggu kerja otakku. Ingin rasanya konsultasi ke dokter dan melakukan pembedahan otak dan menukarnya dengan otak baru. Mungkin, setelah itu aku akan hidup tenang.

Aku tak bisa berpikir lebih jernih untuk semua kegiatan-kegiatanku. Semua terganggu dengan adanya 'dia' diotakku. Aku tak habis pikir mengapa aku terus memikirkannya. Padahal, aku tahu, dia tak mungkin memikirkanku. Hahaha. Bodohnya aku.

Aku selalu berpikir tentang bagaimana memutuskan suatu masalah. 'aku cinta kamu'. Ingin sekali aku mengatakan kata-kata itu kepadamu. Tapi, mulut ini tak kunjung berucap. Aku memang tidak pandai merangkai sebuah kata-kata menjadi karangan indah dan memberikannya. Aku tidak punya pencerahan apapun untuk merangkai skenario-skenario tentang kita. Aku sangat tidak pandai.

Cukup kata 'aku cinta kamu' yang bisa kuberikan terhadapmu sebagai sebuah pengakuan akan perasaan yang tak kunjung berhenti.

Air mata mulai mengalir dipelipis kanan dan kiriku, mulai membasahi pipi dan jatuh tak beraturan. Aku telah menangis. Dan mungkin cuma dengan sebuah tangisan yang akan aku tunjukkan sebagai bukti keseriusanku terhadapmu. Aku tak punya apa-apa. Aku tak memiliki keahlian serta kepandaian yang bisa kupertunjukkan didepanmu. Aku payah.

Aku bodoh, aku sangat tidak pandai, dan aku payah. Hahaha. Kelebihan apa yang akan aku tunjukkan nanti saat waktu pengakuan tiba? Aku tak punya apa-apa. Kau tahu itu. Jelas, kau tidak memilihku sebagai kekasihmu. Aku tahu itu.

Memang tak ada kesempatan lagi untuk aku mengakui semuanya. Tak akan pernah ada lagi. Semua tlah sirna. Semua harapan-harapan kosong akan menjadi sia-sia. Dan akan selalu menjadi sia-sia. Aku mengerti. Takkan ada jalan untuk menuju hatimu.

Cintaku tak berarti apa-apa dimatamu. Semua perhatian dan rasa peduliku tak akan pernah menjadi sebuah kebanggaan dihadapanmu. Mungkin, setelah ini aku akan mengaku bahwa aku kalah. Aku akan menyerah. Aku akan berjanji untuk tidak memperhatikan dan memperdulikanmu lagi. Aku akan menjauh darimu, dan juga dari semua.

Aku akan segera meninggalkan kota ini secepatnya. Mencari ketenangan untuk hidup dan beraktivitas, tanpa gangguan pikiran tentangmu. Dan kamu, pasti juga akan tenang akan ketiadaannya diriku. Aku akan berusaha membujuk ayah dan ibuku untuk memindahkanky dari kota ini. Secepatnya..

Malam semakin gelap, sunyi, dan juga dingin. Mungkin secepatnya aku akan meninggalkan tempat ini. Tempat ini sangat tidak nyaman. Bau kotoran tikus sangat mengganggu. Juga suasana angker rumah kosong ini mulai terasa pada kulitku. Buru-buru aku meninggalkan rumah ini, dan segera berlari menuju rumahku.

Sesampainya dirumah, aku merasa sedikit lebih tenang. Walaupun mataku sedikit lebih sembab dari sebelumnya. 

No comments:

Post a Comment